Tantangan Bikin Brand Lokal ‘Senior’ Berjaya di Era Digital
-
Ilustrasi platform digital/foto: Unsplash
Uzone.id -- Siapa yang masih ingat seruan dari Presiden Joko Widodo yang mendorong agar masyarakat lebih sering mengkonsumsi atau mengenakan brand lokal? Maraknya brand lokal di Indonesia tentunya juga sebagai bentuk kontribusi perekonomian negara dan hal ini bukanlah pekerjaan mudah, apalagi kalau brand lokalnya sudah terlampau ‘senior’ sehingga perlu bersaing dengan brand ‘segar’ lain.Kegiatan jual-beli dari brand lokal tak melulu hanya eksis secara offline, namun juga di ranah online agar lebih banyak menjangkau konsumen tanpa batasan seperti jarak, waktu, dan lain sebagainya. Maka tak heran jika brand-brand lokal kini sudah membanjiri platform digital seperti media sosial populer macam Instagram, Tiktok, Facebook, situs e-commerce, dan tak terkecuali situs sendiri. Lantas bagaimana dengan brand lokal ‘senior’ yang sudah hadir sebelum era digital?
Hal ini diceritakan oleh Marketing Director Eagle Indonesia Cindy Jane, tentu bukan hal mudah. Menurutnya, brand se-senior Eagle yang sudah ada sejak era 1980an juga perlu penyesuaian terhadap tren pasar, terutama cara pemasaran produk.
“Brand lokal senior seperti Eagle itu sudah ada sekitar 36 tahunan, masa di mana semuanya masih serba offline. Lalu, tiba-tiba zaman semakin berkembang dan semua pakai internet dengan cara pendekatan ke konsumen yang berbeda. Kami yang senior mau tidak mau harus mengikuti tren itu jika ingin terus hidup dan tumbuh,” ungkap Cindy saat berbincang dalam Uzone Talks: Berani Bangun Brand Lokal di Ranah Digital, Kamis sore (22/4).
Baca juga: Startup Lokal Go Global, Mengelola Komunikasi dengan Pelanggan Luar Negeri
Ia mengaku, timnya sempat melakukan riset pasar tentang sejauh mana mereka mengenal Eagle sebagai brand lokal. Jawabannya pun beragam, di mana kebanyakan mengatakan tidak tahu apa itu Eagle. Kalaupun ada yang tahu, mereka adalah konsumen usia 30 tahun ke atas, alias konsumen yang tumbuh bersama Eagle sebelum ada era internet.
“Lalu ada satu hal yang membuat saya langsung tergerak untuk segera merombak strategi Eagle. Kala itu, saya bertanya ke kampus-kampus dan sekolah. Mereka ternyata mengaku kalau lebih milih mengenakan sepatu brand internasional tapi KW, yang penting terlihat keren. Menurut saya itu hal yang harus diubah mindsetnya,” tutur Cindy.
Dari situ, Cindy dan timnya langsung bersiasat untuk melakukan riset lebih dalam lagi agar dapat menyasar konsumen milenial meskipun brandnya tergolong senior. Ia langsung merekrut tim digital sendiri agar Eagle dapat menjajaki platform digital secara maksimal, semua demi mendekatkan diri dan mengedukasi kembali tentang brandnya.
Kemudian, ia juga mengubah logo produk dan membangun strategi pemasaran seperti menggandeng influencer yang memang peduli dengan brand lokal.
Baca juga: Kolaborasi Tokopedia dan 11 Brand Sepatu Lokal, Produk Anak Bangsa Semakin Dikenal
“Pertama kali kami berkolaborasi dengan band Slank. Mereka juga senior, tapi justru itu tujuan kami, agar para pendengarnya yang kebanyakan juga orang-orang senior, mereka bisa meneruskan brand Eagle ke anak-anak mereka. Jadi Slank ini seperti pengingat mereka kalau Eagle itu masih eksis dan siap bersaing di pasaran,” cerita Cindy.
Dia melanjutkan, “sisanya kami menggandeng influencer tenar seperti Young Lex yang ternyata memang peduli dan bangga menggunakan brand lokal. Strategi seperti ini ternyata berdampak signifikan bagi Eagle, dan kami jadi brand lokal pertama yang mendapat centang biru di Instagram, penjualan di e-commerce juga terus tumbuh.”
Hingga saat ini, sebagai brand lokal yang usianya sudah senior, Eagle diakui Cindy semakin memfokuskan produk yang dijual sesuai apa yang dibutuhkan pasar dan memanfaatkan ceruk pasar agar produknya tetap beda dari brand lain, terutama brand internasional.
“Menurut kami sih ya penting banget untuk tetap melek dengan perkembangan zaman ya. Sekarang internet memudahkan segalanya, jadi harus pintar berstrategi jika ingin terus tumbuh. Karena buat apa jika brand senior tapi cuma stagnan, jadi sudah semestinya dihidupkan kembali dengan inovasi dan menyegarkan target pasar, yakni anak muda atau usia produktif,” tutup Cindy.