Sering Posting Foto Selfie di Medsos, Apa Kata Hadis?
Ilustrasi: Afif Kusuma/Unsplash
Pertanyaan (Asma, bukan nama sebenarnya):
Bolehkah perempuan mengunggah foto diri di media sosial? Jika boleh, apa ada batasannya?Jawaban (Ustadzah Nurun Sariyah):
Tak bisa dipungkiri bahwa era digital telah membuka interaksi sosial yang lebih luas daripada era sebelumnya. Pengguna sosial media membagikan aktivitasnya di platform masing-masing, baik berupa tweet, tulisan, foto, maupun video. Semua itu dilakukan dalam rangka interaksi sosial semata, sebagaimana interaksi di lapangan.
Hanya saja, kemudian muncul berbagai persoalan terkait gaya interaksi di dunia maya ini karena terbatasnya informasi antar akun. Penipuan, penyebaran berita bohong atau hoax, hingga kerugian materi adalah beberapa akibat dari keterbatasan tersebut.
Hukum perempuan menampakkan diri di ruang publik
Layaknya interaksi di dunia nyata, laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama untuk terkoneksi satu sama lain di dunia maya, termasuk mengunggah foto diri.
Terlepas dari konteksnya di dunia maya, persoalan terlihatnya perempuan di dunia nyata juga kerap dipertanyakan. Apakah perempuan boleh menampakkan diri di ruang publik ataukah mengurung diri saja di rumah? Sejauh mana perempuan boleh dilihat oleh lawan jenisnya?
Pertanyaan semacam ini muncul akibat asumsi yang dilabelkan kepada perempuan sebagai makhluk yang rentan menjadi fitnah. Sehingga muncul anggapan bahwa kodrat perempuan bukanlah di ruang publik yang tidak aman karena banyak potensi fitnah. Anggapan ini melahirkan kesimpulan bahwa perempuan sebaiknya di rumah saja.
Pandangan ini berargumen dengan sabda Rasulullah ﷺ:
مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ
Tidak aku tinggalkan setelahku suatu fitnah (ujian) yang paling berat bagi laki-laki kecuali perempuan (HR. Bukhari no. 5096).
Hadis ini secara tegas menyebutkan bahwa perempuan adalah sumber fitnah yang paling besar bagi kaum laki-laki karena mereka akan terpesona kepada perempuan. Terpesonanya laki-laki kepada perempuan inilah yang menjadi perhatian dalam hadis ini.
Dalam perspektif Qira’ah Mubadalah (metode kesalingan dalam memahami Al-Qur’an dan hadis), cara membaca hadis ini dengan resiprokal membuahkan hasil bahwa laki-laki pun dapat menjadi sumber fitnah bagi perempuan, karena perempuan akan terpesona pada laki-laki.
Oleh karena itu, persoalan mengunggah foto ini hukumnya juga berlaku bagi laki-laki sebagaimana perempuan, karena keduanya sama-sama berpotensi terpesona terhadap satu sama lain.
Hukum dan batasan mengunggah foto perempuan di media sosial
Adapun mengenai hukum mengunggah foto diri. Soal hukum foto atau lukisan itu sendiri terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama.
Pamungkasnya, Daar Al-Ifta’ Al-Mishriyyah (Dewan Fatwa Mesir) mengeluarkan fatwa bahwa sebuah foto baik foto manusia maupun hewan yang marak sekarang ini bukanlah suatu masalah dengan beberapa catatan.
Pertama, tidak menjadikan foto sebagai media pemujaan atau sesembahan. Kedua, tak memiliki motif untuk merangsang naluri seksual atau menyebarkan hal cabul. Ketiga, tidak menghasut orang lain berbuat keharaman.
Allah memerintahkan dalam Al-Qur’an kepada perempuan dan laki-laki untuk menundukkan pandangan (ghaddul bashar) (QS. An-Nur [24]: 30-31).
Ghaddul bashar ini tak hanya bermakna menjaga indra penglihatan saja, akan tetapi juga menjaga diri dari perspektif yang merendahkan lawan jenis. Misalnya, tidak menganggap lawan jenis sebagai objek seksual semata, melainkan sesama manusia yang patut dihormati dan dimuliakan.
Dengan demikian, perintah menjaga pandangan datang bersamaan dengan perintah menjaga diri dari perbuatan yang memicu pandangan buruk orang lain. Salah satu caranya adalah dengan tidak menampakkan sesuatu yang tak layak dilihat oleh orang lain dan membuat yang bersangkutan dipandang rendah.
Misalnya, menampakkan aurat yang membuat orang lain bersyahwat, atau berpose menggoda yang tak menunjukkan sikap muslim/muslimah yang iffah (terhormat).
Sebagai catatan, perlu dibedakan antara terpesona kagum dan terangsang syahwat. Adapun batasan syahwat dalam pandangan maupun sentuhan fisik adalah bergeraknya alat vital (ereksi) atau bertambahnya gerakan ketika sebelumnya sudah ereksi.
Oleh karena itu, jika melihat foto lawan jenis kemudian hanya terdecak kagum saja karena kecantikan atau ketampanannya, maka hal tersebut bukanlah termasuk kategori fitnah maupun syahwat. Syeikh Nawawi Al-Bantani menyebutkan bahwa fitnah adalah kecondongan dan dorongan untuk melakukan jima’ (bersetubuh).
Kesimpulan
Sahabat KESAN yang budiman, dengan demikian jelas sudah bahwa mengunggah foto di sosial media hukumnya boleh, jika tidak melanggar batas. Batasan foto yang boleh diunggah oleh perempuan maupun laki-laki adalah foto yang tak menampakkan aurat, dan tak berpotensi menimbulkan syahwat.
Batasan ini juga perlu dipahami oleh para lelaki, sebab tak sedikit laki-laki yang memamerkan auratnya, padahal itu juga dapat menimbulkan syahwat bagi perempuan yang melihat.
Kemudian, jika telah memperhatikan batasan tersebut, namun masih ada yang memandang rendah bahkan timbul syahwatnya maka si pemilik foto tidak harus bertanggung jawab terhadap akibat tersebut. Hukum islam telah menjelaskan bahwa seseorang tidak dibebani untuk membuat orang lain melakukan suatu kewajiban atau meninggalkan larangan yang ditujukan kepadanya.
Wallahu a’lam bi ash-shawabi
Referensi: Abu Abdillah Al-Bukhari, Shahih Bukhari, juz 7, hal. 8; al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah, juz 26, hal. 281; Nawawi Al-Bantani, Tausyih Fathul Qarib al-Mujib, hal. 197; Faqihuddin Abdul Kodir, Perempuan Bukan Sumber Fitnah, hal. 101-107; Nur Rofi’ah, Nalar Krtis Muslimah, hal. 110-111; Fatawa Daar al-Ifta’ al-Mishriyyah, juz 7, hal. 220.
###
*Jika artikel di aplikasi KESAN dirasa bermanfaat, jangan lupa share ya. Semoga dapat menjadi amal jariyah bagi kita semua.Aamiin. Download atau update aplikasi KESAN di Android dan di iOS. Gratis, lengkap, dan bebas iklan.
**Punya pertanyaan terkait Islam? Silakan kirim pertanyaanmu ke [email protected]