Home
/
News

Sejarah Profil Fraser Anning: Politikus "Telur" Anti-Imigran Muslim

Sejarah Profil Fraser Anning: Politikus "Telur" Anti-Imigran Muslim
Ibnu Azis17 March 2019
Bagikan :

Kepala Fraser Anning, Senator Queensland, Australia, terkena timpukan telur yang dilemparkan oleh seorang remaja laki-laki. Kejadian ini tampaknya sudah direncanakan dan bukan reaksi spontan. Disinyalir, ini adalah respons atas pernyataan Anning yang menyebut imigran muslim berada di balik aksi penembakan di Christchurch, Selandia Baru, pada Jumat (15/3/2019) waktu setempat.

"Penyebab sesungguhnya dari pertumpahan darah di jalan Selandia Baru hari ini adalah program imigrasi yang memungkinkan kaum fanatik muslim untuk bermigrasi ke Selandia Baru," bunyi pernyataan Anning saat itu.

Sikap Anning yang tak mengutuk pelaku namun justru menyalahkan kebijakan negara dan menuding kaum imigran muslim juga membuat Perdana Menteri (PM) Australia Scott Morrison geram. Menurutnya, pernyataan Anning menjijikkan dan tak punya tempat di Australia, apalagi di parlemen.

Mantan PM Australia, Malcolm Turnbull, tak kalah kesal pula. Anning disebut memalukan senat dan melakukan apa yang diinginkan para teroris, memberi mereka kesempatan bernapas dengan menyebarkan kebencian sekaligus membuat orang Australia saling bermusuhan.

Anti-Imigran Muslim

Memiliki nama lengkap William Fraser Anning, pria lulusan University of Queensland Gatton Campus ini dilahirkan di Brisbane, Queensland, Australia pada 69 tahun lalu, tepatnya tanggal 14 Oktober 1949.

Sejak 10 November 2017, Anning menjadi Senator Queensland kendati sebenarnya ia nyaris gagal duduk di kursi senat. Malcolm Roberts, yang seharusnya terpilih bersama Pauline Hanson sebagai Senator Queensland, tak memenuhi syarat lantaran memiliki kewarganegaraan ganda.

Anning kemudian dinyatakan terpilih menggantikan Roberts usai penghitungan ulang. Menurut Guardian, ia terancam bangkrut lantaran gagal memenuhi kewajiban bank. Situasi ini membuatnya tak memenuhi syarat berada di parlemen, namun kasusnya ditarik.

Dalam pidato perdananya di depan senat pada 14 Agustus 2018, Anning menyerukan plebisit kepada pemilih dan mengajak mereka untuk mengakhiri seluruh imigrasi muslim, termasuk imigran yang tak berbahasa Inggris. Anning menyebut mereka berasal dari "dunia ketiga".

"Kita memiliki geng muslim Afrika kulit hitam yang meneror Melbourne, kita memiliki muslim yang bersimpati dengan ISIS [...] jadi, mengapa ada orang yang ingin membawa lebih banyak dari mereka ke sini?" tukas Anning saat itu dikutip Guardian.

Anning berpendapat bahwa imigran tak berhak menerima pembayaran kesejahteraan pada 5 tahun pertama setelah kedatangan mereka. "Pada era [Robert] Menzies [PM Australia periode 1949-1966] mereka tak berhak menerima itu," tegasnya.

"[Kebijakan] ini menarik para pekerja keras yang tepat dibutuhkan oleh negara ini. Kita harus kembali ke sana [era Menzies] dan melarang semua imigran," tambah Anning.

Anning kemudian menyebut istilah "solusi akhir" untuk mempertegas ajakan plebisit terkait masalah imigrasi yang ia persoalkan.

“Final Solution”

Pada Juli 1941, jenderal Nazi kepercayaan Adolf Hitler, Hermann Goering, menulis surat kepada Reinhard Heydrich. Heydrich adalah wakil Heinrich Himmler, pemimpin tertinggi militer Nazi-Jerman atau Schutzstaffel (SS). Goering menugaskan Heydrich untuk melakukan “solusi akhir” atau “final solution” sebagai jawaban atas persoalan Yahudi saat itu.

Menurut Andrew Bonnell, Associate Professor in History di University of Queensland, Nazi menggunakan bahasa yang tidak jelas untuk menyembunyikan kengerian dari apa yang mereka lakukan. Bonnell menyebut istilah "solusi akhir" melayani fungsi ideologis dengan menggambarkan keberadaan orang Yahudi sebagai masalah.

Pada Januari 1942, para pemimpin Nazi mengadakan Konferensi Wannsee di pinggiran Berlin. Mereka membahas tentang rencana penerapan “solusi akhir” dan upaya mendeportasi massal orang-orang Yahudi ke kamp-kamp pemusnahan. Jutaan orang Yahudi pun terbunuh dalam holocaust.

“Siapapun yang memiliki kesadaran sejarah akan menghindari menggunakannya [istilah ‘solusi akhir’] dalam kaitannya dengan kelompok manusia,” tandas Bonnell kepada ABC News.

Apakah persepsi dan pemikiran Anning tentang imigran muslim di Australia mendekati apa yang disebut "solusi akhir" ala Nazi?

Dipecat Partai

Sehari setelah pidato perdana Anning di senat, laman News.com.au meminta komentarnya soal penggunaan istilah kontroversial tersebut. Pasalnya, ucapan Anning tentang “solusi akhir” jadi santapan media-media Australia saat itu.

Menurut Anning, “solusi akhir” yang ia maksud adalah solusi terakhir, yaitu pemungutan suara terkait masalah imigrasi. Anning menegaskan bahwa ini tak ada hubungannya dengan “final solution”, seperti yang disangkakan terkait terminologi Nazi.

“Itu tidak pernah dimaksudkan untuk merendahkan komunitas Yahudi dan itu adalah dua kata dan jika itu menyinggung siapapun, sayangnya itu terjadi […] aku tidak menyesali apa pun. Saya tidak akan meminta maaf atau menyesali apa pun yang saya katakan,” elak Anning.

Pada Oktober 2018, Anning dipecat dari keanggotaan Partai Katter Australia (KAP), setelah menerima kecaman dari berbagai pihak.

Malcolm Turnbull, PM Australia saat itu mengatakan, ia sangat mengutuk aksi rasisme. Australia adalah masyarakat kultural paling sukses di dunia. Menteri Kabinet Mitch Fifield juga menyesalkan pidato Anning. Ia mengatakan bahwa Australia adalah negara yang hangat dan terbuka.

Anning bergabung dengan KAP pada Juni 2018 usai meninggalkan One Nation ketika memutuskan independen, saat menjadi Senator Queensland.

Bob Katter, Pimpinan KAP yang semula mendukung pidato Anning, berbalik menentangnya. Ia mengaku telah berulangkali mengingatkan Anning untuk berhati-hati dalam memilih kata, apalagi merujuk pada penghentian program imigrasi yang sedang ia perjuangkan.

“Jelas itu rasis,” kata Katter kepada ABC News.

Lebih Banyak Telur

Pernyataan Anning pada Jumat (15/3/2019) yang menyudutkan imigran muslim terkait penembakan di Christchurch di hari yang sama sebenarnya tak mengejutkan. Publik Australia juga tak heran mengapa pengusaha pemilik hotel dan peternakan domba ini menyalahkan kebijakan imigrasi.

Sementara itu, seorang juru bicara Kepolisian Victoria mengatakan bahwa remaja laki-laki pelaku penimpukan telur diketahui berusia 17 tahun berasal dari Hampton. Ia telah dibebaskan tanpa dakwaan pada Sabtu (16/3/2019), sambil menunggu penyelidikan lebih lanjut.

Laman penggalangan dana juga telah disiapkan guna mengumpulkan sumbangan untuk persiapan biaya hukumnya. Menariknya, menurut ABC News, dana yang terkumpul juga akan dipakai untuk membeli lebih banyak telur.


Baca juga artikel terkait PENEMBAKAN SELANDIA BARU atau tulisan menarik lainnya Ibnu Azis

populerRelated Article