icon-category Auto

Saat Fitur Mewah di Mobil Jadi Fasilitas Mubazir

  • 10 Jul 2018 WIB
Bagikan :

Inovasi teknologi yang dikembangkan oleh pabrikan mobil ditujukan untuk menambah nilai kenyamanan dan keamanan para penggunanya. Namun, ada fitur-fitur mobil yang fungsinya tak optimal atau sampai mubazir karena tidak sesuai karakter lingkungan di Indonesia.

Fitur cruise control misalnya, fitur ini disematkan pada pada mobil-mobil kategori menengah atas, seperti Toyota C-HR, Honda HR-V, Mitsubishi Delica, Toyota Voxy, dan lainnya. Mengutip AutoExpress, fitur cruise control dibuat untuk menjalankan mobil secara otomatis dalam kecepatan konstan. Untuk mengaktifkan fitur ini, pengemudi tinggal menekan tombol di setir kemudi atau tuas di samping setir kemudi (tergantung jenis mobil). Setelah itu, setel kecepatan yang diinginkan, biasanya cruise control bisa diaktifkan dalam kecepatan 40 km/jam ke atas.

Manufaktur otomotif kini sudah membuat fitur cruise control yang lebih canggih. Teknologi adaptive cruise control misalnya, tidak hanya mampu mengoperasikan pedal gas secara otomatis, tapi juga dilengkapi sensor untuk mendeteksi objek di depan kendaraan. Saat ada mobil lain yang melambat, sensor akan mengirim perintah kepada pusat elektronik mobil agar melakukan pengereman, bahkan berhenti jika diperlukan.

Teknologi cruise control mulanya terpasang pada mobil-mobil dari manufaktur Amerika Serikat (AS). Kondisi ruas jalanan di Negeri Paman Sam yang panjang-panjang dan lurus memungkinkan mobil melaju dalam kecepatan konstan untuk waktu lama. Pada kondisi ini fitur cruise control membuat pengemudi bisa sedikit bersantai.

Fitur cruise control sulit untuk difungsikan di jalanan dengan lalu lintas padat. Autocar India menyebut, adanya cruise control tidak membantu pengemudi di India karena kondisi jalanan yang padat.

Kondisi jalanan padat bahkan lebih sering macet juga kerap terjadi di Indonesia, terutama kota besar seperti Jakarta. Mengutip Antara, pada 2015 Waze mengeluarkan data rata-rata kecepatan berkendara di Jakarta hanya 18 km/jam di hari kerja, sedangkan pada Sabtu dan Minggu rata-ratanya naik menjadi 22 km/jam. Dalam keadaan lalu lintas seperti itu, fitur cruise control dipastikan bakal terlupakan, apalagi jalan tol juga sering didera kemacetan. 

Selain soal fungsi, fitur cruise control turut memengaruhi tingginya harga jual kendaraan. Contohnya, Honda HR-V tipe S CVT tanpa cruise control dibanderol lebih murah Rp24 juta dibandingkan HR-V tipe E CVT yang sudah disertai cruise control dan dijual senilai Rp309 juta (on the road Jakarta). Toyota C-HR yang juga dilengkapi fitur tersebut dipasarkan Rp490 juta (on the road Jakarta).

Selain itu, pada mobil kategori menengah atas bisa ditemui perangkat panoramic sunroof. Secara sederhana, panoramic sunroof adalah bagian atap mobil terbuat dari kaca yang bisa dibuka. Panoramic sunroof seolah menjadi simbol kemewahan. Mobil-mobil sekasta Chevrolet Trax, Mitsubishi Outlander Sport, Nissan Serena mengenakan perangkat tersebut.

Di balik nuansa kemewahan panoramic sunroof, Motoringbox menyebut ada efek buruk yang ditimbulkan. Di antaranya ialah membuat udara di dalam kabin lebih panas. Udara panas dari cahaya matahari terperangkap di kaca kemudian merambat ke dalam kabin. Hal ini bakal membuat kinerja AC lebih berat. Perangkat panoramic sunroof juga memiliki bobot lebih besar ketimbang atap besi. 

Segenap fitur modern di mobil baru memang dibuat untuk memberikan hal lebih daripada pesaing. Namun, pada kondisi jalanan tertentu, seperti di Indonesia fitur-fitur tersebut bisa menjadi tak difungsikan.

Fitur lain yang sering ditemui pada mobil terbaru, yakni Daylight Running Light (DRL). Lampu yang lazimnya ditempatkan di bumper atau di bawah headlight ini digunakan agar mobil bisa terlihat oleh kendaraan di depan atau arah berlawanan saat cuaca mendung di siang hari.

Fitur DRL ini dipasang pada mobil-mobil di wilayah Skandinavia untuk tujuan persoalan keamanan. Laman carbiketech, mengulas ihwal wilayah di kawasan Skandinavia, meliputi Norwegia, Swedia, dan Denmark memiliki visibilitas yang rendah di siang hari saat musim dingin. Sehingga negara-negara Eropa mulai mewajibkan kelengkapan DRL di mobil baru pada 2011.

Fungsi fitur DRL pada mobil-mobil di Indonesia juga perlu dipertanyakan. Fitur DRL ini mungkin berguna saat cuaca mendung atau hujan lebat. Namun, dalam situasi hujan lebat lampu utama (headlight) masih membantu untuk meningkatkan visibilitas.

Pemasangan DRL pada mobil-mobil terbaru seperti dilansir carbiketech lebih terkait soal poin estetika tampilan mobil. Pemasangan DRL dengan lampu LED di bawah headlight atau di area bumper depan membuat mobil nampak lebih mewah.

Infografik Fitur Mubazir Mobil Baru

Ornamen lain pada mobil yang kini mulai beralih fungsi menjadi aksesoris, yaitu roof rail. Perangkat tersebut harusnya bisa menjadi sangat fungsional pada Sport Utility Vehicle (SUV) atau MPV. Dilansir Autocar India, saat ini tidak banyak orang yang menggunakan roof rail untuk mengikat barang bawaan, antara lain: sepeda, tas, atau papan ski.

Kapasitas bagasi yang luas serta lebih aman untuk penyimpanan barang di dalam mobil menjadi salah satu alasan utama para pemilik mobil tidak memanfaatkan roof rail. Peranti tersebut sekarang cenderung hanya menjadi pemanis agar mobil terlihat lebih bergaya, khususnya untuk SUV dan crossover. Mobil kecil serumpun Yaris Heykers, Suzuk Ignis, atau Suzuki SX-4 kini dipasangi roof rail agar terlihat lebih gagah. Padahal, mobil-mobil tersebut pada dasarnya adalah mobil perkotaan yang tidak sering membawa banyak barang bawaan.

Meskipun kurang berfaedah, fitur-fitur tersebut membuat tampilan mobil lebih menarik. Manufaktur mobil pun memanfaatkannya untuk mengatrol gengsi produk.

Penambahan fitur dan teknologi pendukung pada produk mobil membuat konsumen terlena. Semakin lengkap fitur yang dimiliki sebuah mobil, maka produk tersebut dianggap lebih baik meskipun fitur yang diberikan tidak bernilai vital. Ini merupakan strategi pemasaran yang efektif untuk mengerek keuntungan perusahaan. 

Pihak produsen berkilah, fitur-fitur di setiap produk mobil sudah disesuaikan dengan kemauan konsumen Indonesia. Toyota Astra Motor (TAM) misalnya, sudah melakukan survei pasar sebelum membuat dan memasarkan sebuah produk.

“Fitur itu diberikan sesuai kemauan konsumen. Kita sesuaikan konsumen di segmen (mobil) itu butuh atau enggak fitur, seperti cruise control misalnya. Fortuner misalnya, tipe VRZ kita kasih cruise control tapi tipe G enggak. Konsumen (Fortuner) berbeda, ada yang ingin fitur cruise control itu dimasukkan, tapi ada juga yang mempertimbangkan kapasitas mobil, durabilitasnya,” kata Public Relation Manager PT Toyota Astra Motor (TAM) Rouli Sijabat kepada Tirto.

Namun, apapun alasannya penambahan sebuah fitur pada mobil pastinya akan mengatrol harga jual. Pertanyaannya, apakah konsumen harus membayar untuk fitur yang belum tentu bisa difungsikan maksimal?

Baca juga artikel terkait MOBIL atau tulisan menarik lainnya Yudistira Perdana Imandiar

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini