Home
/
News

Puasa Para Mualaf

Puasa Para Mualaf
Dream10 June 2016
Bagikan :
Preview
| June 10, 2016 4:36 am

Dream – “Tolong darurat nih! saya lupa minum tadi pas sahur!!” kicau akun @callmebee01. Waktu menunjuk pukul tiga sore. Saat lapar dan haus-hausnya orang berpuasa.

Kala itu, 18 juni 2015. Hari pertama Ramadan 1436 Hijriyah. Cuaca Jakarta lagi terik-teriknya. Udara terasa gerah di badan. Dahaga mencekik kerongkongan orang-orang yang berpuasa.

Itulah pengalaman puasa Muhammad Beery Al Fatah, pemilik akun Twitter @callmebee01, yang bercuit lupa minum saat makan sahur itu. “Tahun lalu bolong satu hari di akhir-akhir Ramadan karena sakit,” kata Beery, mengenang pengalaman puasa tahun lalu.

Ramadan tahun lalu menjadi puasa pertama bagi Beery. Vokalis band Saint Loco ini baru masuk Islam pada bulan Maret 2015. Tiga bulan berselang, dia harus menjalani kewajiban puasa Ramadan sebagai seorang Muslim.

Dan tahun ini, menjadi Ramadan ke dua bagi pria 38 tahun ini. Beery mengaku lebih siap. Setahun belakangan, dia rajin berpuasa Senin-Kamis. Tak hanya melatih menahan haus dan lapar, puasan sunah itu membentuk kestabilan emosi.

Sehingga, puasa Ramadan tahun ini Beery sudah siap lahir dan batin. Lapar dan haus bukan lagi jadi kendala. “Pokoknya meaningful bulan ini dan puasa Ramadan menjadi lebih terlatih,” tambah dia.

Sebagai Muslim, pria yang sebelum mualaf bernama Beery Manoch ini menganggap Ramadan sebagai momen spesial. Bulan Suci ini jadi waktu yang tepat untuk menempa diri. “Seperti masa edukasi agar kita punya ahlak yang lebih baik lagi,” tutur Berry.

Tak sekadar menahan lapar dan dahaga. Ramadan dimanfaatkan Beery menguasai emosi. “Kalau anger management sudah bisa di-manage untuk selalu berpikir kreatif. Hal itu sama seperti menjalankan inner balance untuk selalu positif.”

Satu setengah tahun sudah Beery memeluk Islam. Dua Ramadan telah dia jumpai. Tapi dia tak berhenti mempelajari agama yang baru dia peluk. Seperti orang kehausan di tengah samudera, semakin haus setelah minum air laut, Beery semakin haus ilmu Islam. [Baca selengkapnya: `Darurat, Saya Lupa Minum Saat Sahur!`]

***
Bukan hanya Beery. Pengalaman-pengalaman unik puasa pertama juga dialami oleh mualaf lain. Simaklah pengalaman Echa berikut ini. Dara yang baru masuk Islam ini harus melewatkan hari-hari pertama Ramadan karena haid.

“Sedih nggak bisa ngrasain puasa pertama,” kata Echa. Dalam Islam, wanita datang bulan memang tak diperkenankan menjalankan puasa. Tapi mereka wajib mengganti puasa pada hari lain, di luar Ramadan.

Tak hanya itu, pada awal Ramadan ini, Echa juga masih belum berterus terang kepada keluarga bahwa dia sudah masuk Islam. Dia memang baru menjadi mualaf. Mengucap Syahadat pada 3 Juni 2016. Seluruh keluarga, belum tahu.

Sulung enam bersaudara itu masih perlu waktu untuk menyiapkan momen untuk membeberkan agama barunya itu. “Soalnya aku sedang ujian semester.”

“Setelah ujian selesai aku akan memberi tahu keluarga. Jadi kalau ada apa-apa tak mengganggu persiapan tes,” tambah mahasiswi jurusan teknologi informatika berusia 21 tahun ini.

Simak pula kisah Dewi, ibu dua anak yang menjadi mualaf dua pekan sebelum Ramadan. Dia masih ingat betul pengalaman lima tahun silam, harus melalui Ramadan perdana tanpa suami.

Dewi harus berpisah dengan pendamping hidup karena keputusannya masuk Islam. “Suami saya paham kondisi itu. Kata dia, kalau itu pilihan kamu ya sudah,” ucap Dewi dengan suara bergetar. [Baca selengkapnya: ‘Perjuangan Puasa Pertamaku’]

***
Tak hanya di Indonesia. Pengalaman Ramadan pertama juga dialami oleh mualaf di belahan Bumi lain. Meski menjadi minoritas, mereka tetap menjalankan perintah agama, termasuk berpuasa Ramadan.

Elissa Kerhulas misalnya. Perempuan 62 tahun asal Sherman Oaks, Los Angeles, Amerika Serikat, merasa betapa berat puasa saat Ramadan perdana.

“Setiap kali saya merasa lemah dan tidak sanggup melanjutkan puasa, saya mengingat kembali tujuan saya. Saya berdoa, cahaya datang, dan hidup saya terasa indah. Saya merasa begitu dicintai dan keindahan, kekuasaan, kasih Allah mengalir begitu banyak kepada saya,” ucap dia.

Namun belakangan, kesulitan itu hilang seiring praktik puasa yang ia jalankan. Dia merasa menemukan jiwa baru dan semuanya terasa berubah.

“Saya punya sesuatu yang membuat saya benar-benar ingin berubah. Saya harus melepas semua yang ada di kepala saya dan pasrah pada Allah. Itu ajaran yang sangat kuat bagi saya,” kata Kerhulas. [Baca selengkapnya: Kisah Puasa Pertama Para Mualaf Amerika]

Beery, Echa, Dewi, dan Kerhulas, mungkin berat menjalani puasa perdana mereka. Tapi satu hal, mereka tak menyerah untuk menjadi Muslim yang lebih baik. Muslim yang memegang teguh rukun Islam.

 
populerRelated Article