Makin Ngeri, AI Ini Pakai Data Pribadi buat ‘Ramal’ Kematian Orang
Ilustrasi foto: Unsplash
Uzone.id – Satu lagi kecanggihan AI yang baru-baru ini ditemukan oleh sekelompok peneliti dari Denmark. Sebuah sistem AI telah dilatih untuk memprediksi kapan seseorang akan meninggal.
Mengutip Independent UK, para ilmuwan dari Technical University of Denmark (DTU) telah melatih model AI menggunakan data pribadi dari jutaan populasi warga Denmark untuk memprediksi kehidupan serta risiko kematian dini seseorang.“Model AI ini dilatih berdasarkan data pribadi penduduk Denmark dan terbukti memprediksi kemungkinan kematian penduduk secara lebih akurat dibandingkan sistem yang ada,” kata para ilmuwan dari Technical University of Denmark (DTU).
Para peneliti ini menganalisis data kesehatan dan pasar tenaga kerja dari enam juta data orang Denmark dari tahun 2008 hingga 2020. Data pribadi tersebut termasuk informasi terkait pendidikan masing-masing individual, kunjungan ke dokter dan rumah sakit, hasil diagnosa, pendapatan dan juga pekerjaan.
Kumpulan data ini kemudian dikonversi menjadi kata-kata lalu digunakan untuk melatih teknologi Large Language Model (LLM) dengan nama ‘life2vec’, serupa dengan teknologi pendukung di balik aplikasi AI seperti ChatGPT.
Setelah model AI ini mempelajari pola data tersebut, life2vec ini diklaim bisa memprediksi hasil seperti personalitas dan waktu kematian dengan akurasi tinggi, menurut penelitian yang dirilis dalam journal Nature Computational Science.
Dalam studi ini, para peneliti telah menghimpun data dari orang-orang berusia antara 35 tahun hingga 65 tahun, lalu meminta sistem AI untuk memprediksi individu yang masih hidup dan telah meninggal.
Hasilnya, mereka menemukan bahwa setengah dari mereka telah meninggal antara tahun 2016 dan 2020. Hal ini menunjukkan akurasi 11 persen lebih akurat dibandingkan dengan model AI yang digunakan perusahaan asuransi jiwa.
Sebenarnya, terlepas dari prediksi soal kematian itu sendiri, para peneliti menguji AI ini untuk mencari jawaban atas pertanyaan umum seperti kondisi seseorang, termasuk kemungkinan seseorang meninggal dalam tenggat waktu empat tahun ke depan.
“Secara ilmiah, yang menarik bagi kami bukanlah prediksi itu sendiri, namun aspek data yang memungkinkan model memberikan jawaban yang tepat,” kata Dr. Sune Lehman, salah satu penulis dari DTU.
Sayangnya, meskipun punya prospek besar dengan akurasi prediksi yang diklaim tinggi, para peneliti tersebut justru melarang penggunaan model AI ini untuk perusahaan asuransi jiwa.
“Jelas model kami tidak boleh digunakan oleh perusahaan asuransi, karena asuransi sendiri kurang lebih memiliki ide untuk berbagi beban bersama mengenai kejadian tak beruntung, termasuk kematian atau kehilangan sesuatu,” ujar Dr. Lehman.