Jerat Hukum Adat Suku Tidung: Denda Sapi hingga Emas Setinggi Manusia
-
Masyarakat Tidung adalah suku asli yang menghuni pulau Tarakan, Kalimantan Utara. Dari segi kuantitas, mereka memang tidak terlalu banyak, hanya sekitar 250 ribu jiwa. Namun, mereka sangat kuat dalam menjalankan tradisi adat secara turun temurun. Salah satunya yang paling mencolok adalah dalam bidang hukum.
Bagi siapa pun yang melanggar hukum adat di sana, ganjaran setimpal akan siap-siap datang menghampiri. Bangunan rumah adat Baloy Mayo adalah potret pelaksanaan hukum adat masyarakat Tidung. Di sana, siapa saja yang melanggar hukum akan diadili.Meskipun sebelumnya para pelanggar hukum telah diadili polisi, bila masyarakat sekitar merasa tidak puas dengan ganjaran yang diberikan, hukuman adat siap diberikan.
“Ini ruang sidang pelanggaran adat. Kalau misalnya ada yang melanggar hukum adat disidang di sini,” ungkap Saparudin, juru kunci rumah adat Baloy Mayo kepada kumparan, Rabu (9/5).
Di bagian utama rumah adat, terdapat tiga sisi yang masing-masing memiliki fungsi tersendiri, yaitu serambi khusus pertemuan adat, penghakiman, dan juga serambi khusus untuk memberi nasihat.
Di bilik penghakiman, para pelanggar hukum adat akan disidang oleh masyarakat dan para pemangku adat. Adapun sanksi yang akan diberikan adalah berupa denda.
“Hukum adat itu adalah sanksi denda, tergantung kasusnya apa. Kalau kasus perkosaan, pelaku didenda emas setinggi orang yang diperkosa. Kemudian sapi satu ekor, terus perlengkapan pakaiannya dia (korban perkosaan),” jelas Saparudin.
Saparudin menjelaskan, pernah ada masyarakat Tidung yang melakukan perkosaan. Sesuai hukum yang berlaku, akhirnya dia harus membayar denda berupa emas setinggi korban yang diperkosa, sapi, dan pakaian untuk korban. Dia tidak bisa mengelak karena pengawasan masyarakat di sana begitu kuat dan ketat.
Siapa pun tidak dapat mengelak dari hukum adat ini. Kata setuju adalah jalan satu-satunya apabila ingin permasalahan dapat diselesaikan.
“Setelah disetujui, sanksi denda itu, membuat perjanjian dan tanda tangan,” tambah Saparudin.
Pelanggar hukum adat kemudian digiring ke bilik nasihat di rumah adat. Di sana dia dinasihati oleh para pemangku adat untuk tidak lagi mengulangi perbuatannya.