Erupsi Gunung Tangkuban Parahu Tak Pengaruhi Sesar Lembang
Kepala Bagian Tata Usaha Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG )Badan Geologi, Gede Suantika, mengatakan erupsi Gunung Tangkuban Parahu yang terjadi Jumat (26/7) sore tidak berpengaruh pada kemungkinan peningkatan aktivitas Sesar Lembang.
Gunung Tangkuban Parahu mengalami erupsi pada Jumat sore pukul 15.48 WIB dengan tinggi kolom abu teramati sekitar 200 meter di atas puncak atau sekitar 2.284 meter di atas permukaan laut.
Gede mengatakan erupsi tersebut masih bersifat freatik atau masih melibatkan aktivitas air pada bagian atas gunungnya, dan belum memperlihatkan indikasi pengaruh kenaikan magma.
"Sesar Lembang itu memang berdekatan dengan Gunung Tangkuban Parahu. Tapi erupsinya tidak akan berdampak pada pergerakan Sesar Lembang," kata Gede di Ruang Monitoring PVMBG, Kota Bandung, Sabtu (27/7).
Sesar Lembang adalah patahan di dalam bumi yang melintang di utara cekungan Bandung, Jawa Barat sepanjang hingga 29 kilometer. Panjang puluhan kilometer tersebut bisa membuat risiko gempa cukup kuat bila terjadi.
Selain tidak berpengaruh pada Sesar Lembang, aktivitas vulkanik Gunung Tangkuban Parahu juga tidak berdampak pada aktivitas gunung di sekitarnya di Jawa Barat seperti Gunung Papandayan atau Gunung Galunggung.
"Tidak ada pengaruh, sistem magmanya berbeda," ujar Gede.
Kepala Sub Bidang Mitigasi Gunung Api Wilayah Timur Devy K. Syahbana juga menjelaskan kecil kemungkinan erupsi Gunung Tangkuban Parahu memicu gempa di kawasan Sesar Lembang.
"Di dunia, ada kemungkinan satu erupsi yang men-trigger gempa bumi tapi itu untuk erupsi yang besar sekali. Nah, sementara Gunung Tangkuban Perahu erupsinya kecil sekali. Jadi sangat kecil sekali kemungkinan bahkan mungkin bisa diabaikan anggapan reaktivasi Sesar Lembang," kata Devy.
Kedua, lanjut Devy, erupsi freaktif yang keluar dari Gunung Tangkuban Parahu tidak memunculkan reaksi magma secara besar-besaran ke permukaan.
"Sehingga kalau tidak ada magma yang naik ke permukaan, maka sesar itu posisinya yang berada di luar gunung api tidak terganggu," ujarnya.
Erupsi freaktif, lanjut Devy, tidak melibatkan magma segar dalam proses terjadinya erupsi. Erupsi ini terjadi karena uap magma yang berinteraksi dengan hidrotermal yang ada di bawah kawah kemudian karena dipanaskan terjadi perubahan sehingga terjadi erupsi.
"Kalau dilihat abu yang keluar bukan dari magma yang baru. Kondisi ini bisa terjadi di beberapa gunung, tidak hanya Tangkuban Parahu saja seperti Papandayan dan Dieng dan ini biasanya diawali tanpa tanda-tanda yang jelas dan bisa terjadi kapanpun," kata Devy.
Dari segi ancaman bahaya, abu vulkanik hasil erupsi freatik Gunung Tangkuban Parahu hanya tersebar di sekitar kawah sementara di luar kawah hujan abu tidak akan menyebabkan kematian langsung. Masyarakat sekitar cukup menyiapkan masker untuk terhindar dari dampak menghirup abu vulkaniknya.
Soal kemungkinan Gunung Tangkuban Parahu mengeluarkan erupsi tipe freatomagmatik yang biasanya ditunjukkan dengan magma yang meletus, Devy menilai hal itu sangat tipis kemungkinan terjadinya.
"Sampai saat ini data belum menunjukkan adanya tren ke sana (freatomagmatik). Bahkan erupsinya sekarang cenderung menurun," kata Devy.